Selasa, 04 November 2008

KEMAHAN SERU JUGA TERNYATA

Hari itu adalah hari sabtu. Tepatnya Sabtu, 25 oktober 2008. Ini adalah hari dimana untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan berkemah. Setelah sekian lama tak pernah mendapat izin dari orang tua, akhirnya kali itulah saya mendapatkan izin sulit ini. Awalnya saya tak berniat ikut karena saya tahu bahwa saya tidak akan diberi izin. Namun setelah didesak dengan cerita-cerita seru teman-teman yang pernah mengikuti kegiatan berkemah seperti ini sebelumnya, maka saya pun tergiur untuk turut serta. Dan saya bersyukur karena orangtua saya mau mengerti akan hal ini.

Dari pagi harinya di sekolah, kami merasa sangat senang sekali karena sabtu sore itu kami akan pergi berkemah. Di sekolah kami sibuk bercerita dan sharing tentang berbagai bawaan yang diperlukan. Berhubung saya tidak pernah punya pengalaman tentang berkemah maka saya sibuk sekali bertanya pada teman-teman tentang barang-barang yang perlu dibawa nantinya. Bahkan saya mendesak teman-teman saya untuk turut membantu saya merumuskan barang-barang yang harus dibawa. (maaf buat Duo Ayu & Ayu, Dana dan Uur yang tersita waktunya untuk membantu saya menyiapkan barang-barang buat kemah).

Jam terakhir hari itu adalah kimia. Karena wali kelas kami tahu bahwa kami akan pergi berkemah maka beliau berbaik hati mengizinkan kami pulang lebih awal dari hari-hari biasa untuk mempersiapkan diri sebelum pergi berkemah. Dengan hati gembira kami berterimakasih pada wali kelas kami dan kamipun pulang.

Tidak terasa, jam yang telah ditentukan tiba juga. Kami diminta berkumpul jam tiga sore di lapangan pemuda sebelum menuju lokasi perkemahan. Saya sudah siap dengan semua perlengkapan yang harus saya bawa. Tapi saat akan berangkat tiba-tiba saja perut saya mendadak didera masalah. Aduh, saya pun dengan terburu-buru kembali masuk ke dalam rumah. Setelah semua beres dan perut sudah teratasi, saya pun siap berangkat lagi. Tapi tiba-tiba handphone saya berbunyi dan tampak sebuah pesan singkat dari Slamet yang meminta saya untuk membawa gitar. Mau tidak mau saya kembali lagi ke dalam rumah dan membersihkan gitar tua saya yang lama menganggur di kamar. Semua sudah beres dan saya pun berangkat dengan riang.

Tapi ternyata, saya tiba di lapangan pemuda tidak tepat pada waktu yang ditentukan. Karena ternyata waktu sudah lewat dari pukul tiga sore yang dijanjikan. Hal ini berarti saya terlambat! Tapi untung saja saya belum ditinggal pergi ke lokasi kemah. Saat saya tiba di lapangan pemuda saya melihat teman-teman saya sudah berbaris rapi mendengarkan pengarahan dari guru yang menjadi pembimbing kegiatan berkemah kami kali itu (Pak Toyo). Untung saja tak berapa lama teman saya yang bernama Heldi tiba. Jadi kami sama-sama terlambat dan buru-buru melompati pagar taman untuk ikut berbaris. Lega.

Selesai pengarahan kami dibagi menjadi 14 rakit (kelompok kecil). Dalam tiap rakit terdiri dari 2 orang. Tapi ternyata peserta yang ikut jumlahnya ganjil. Alhasil ada rakit yang isinya tiga orang. Yaitu rakit saya yang beranggotakan Indah (tampaknya ini adalah saya sendiri), Heldi (teman yang sama-sama terlambat dengan saya) dan Monika. Kami adalah rakit ke-14.

Kami berangkat dengan menggunakan dua buah mobil pick-up (biasa kami sebut dengan “oto sapi”). Tidak ada yang mau duduk di depan karena memang lebih asyik di belakang beramai-ramai. Sore itu cuaca cukup bersahabat, padahal siangnya sempat rintik-rintik hujan turut berpartisipasi membasahi jalan.

Setelah semua siap, mobilpun mulai bergerak maju. Kamipun berangkat menuju lokasi perkemahan. Namun agar perjalanan tidak terasa hambar, kamipun menyempatkan diri berfoto-foto di jalanan saat mobil yang kami tumpangi melaju. Inilah beberapa gambar yang sempat saya peroleh saat keberangkatan kami.


Ini adalah gambar para masyarakat yang satu mobil dengan saya saat berangkat. Orang-orang yang tampak pada foto ini diantaranya adalah: Eva (berambut pendek di ujung kiri), Shorea (memakai jaket biru muda dengan topi cokelat), Heldi (berjaket biru dan bertopi hitam), Uur (baju hijau, berjilbab putih), Ayu (ujung kiri belakang), Rizka (jilbab biru), Nisaa (berjilbab putih di ujung kanan belakang) dan saya sendiri ( memakai jilbab hitam yang walaupun terjepit tapi tetap tersenyum). Hehe…

Ini adalah Gri yang sedang tersipu karena di foto sendirian akibat tidak terikutsertakan pada foto-foto sebelumnya.




Ternyata kami lebih narsis dari yang kami bayangkan. Tak perduli jalanan sedang ramai atau tidak, tak perduli apakah ada mata-mata yang memandang tak sedap pada kami atau tidak, tak perduli akan semua hal itu, kami masih saja berfoto ria.

















Inilah beberapa teman lain yang belum tertera namanya dan turut andil dalam hal narsis-narsisan. Diantaranya adalah No’or (yang bergaya dengan kacamata tukang urutnya di belakang), Doni ( berbaju merah dan memegang cuilan gitar di belakang) dan Alda (berbaju hijau dengan slayer pink).

Nah, yang paling seru adalah momen langka yang satu ini. Setelah sekian lama bersusah payah mendapatkan foto mereka berdua akhirnya dengan sedikit taktik berbohong, saya dan Alda berhasil mendapatkan gambar ini. Walaupun Shorea sudah mengancam saya untuk menghapus gambar ini namun ancaman ini tak menyurutkan tekad saya untuk tetap memilih menyimpannya saja. Walaupun dia memarahi saya. So sweet bukan??

Setelah berdesak-desakan untuk sekian waktu akhirnya sekitar pukul empat sore kami tiba di lokasi tujuan. Yaitu di perjiwa. Namun perjuangan ternyata belum berhenti sampai di situ. Kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melewati jalan setapak yang agak becek sembari menggendong barang bawaan masing-masing yang beratnya ampun-ampunan. Mulanya saya mengira jalan yang kami tempuh itu adalah jalan setapak lurus yang tidak terlalu jauh. Tapi…………..Siapa yang menyangka jalan yang kami tempuh ternyata lebih jauh dari yang saya bayangkan. Diperkirakan berjalan kaki ditempuh dalam kurun waktu kira-kira 15 menit. Tapi melihat hambatan-hambatan yang menyertai kami seperti jalan licin yang membuat terpeleset (te-siiitt) dan proses menyeberangi sungai dengan sebatang pohon yang cukup ruwet maka perjalanan kami menuju lokasi kemah yang sesungguhnya, memakan waktu lebih dari 15 menit. Sekitar pukul setengah lima sore kamipun tiba di lokasi yang dimaksud, yaitu di dekat air terjun.

Sesampainya di sana, setelah meletakkan barang-barang bawaan, teman-teman saya yang laki-laki membantu Pak Toyo mendirikan tenda. Ada tiga tenda di sana yaitu tenda untuk masyarakat cewek, tenda untuk masyarakat cowok dan tenda untuk bapak. Setelah tenda selesai didirikan, kamipun berbenah dan membersihkan tenda dan selanjutnya melaksanakan shalat. Setelah itu bapak membuat obor dan saya bersama Veni memasangnya di depan dan dibelakang tenda kami.

Malam harinya seusai shalat isya’ kami berkumpul di tanah lapang tak beratap namun masih beralaskan terpal. Di sana kami menghibur diri dan bermain-main. Pak Toyo menyuruh kami kembali pada rakit2 yang telah ditentukan sebelumnya. Lalu menyuruh rakit-rakit tersebut untuk menampilkan sesuatu di depan teman-teman lain. Boleh menyanyi, melawak, berjoget, tebak-tebakan atau main plesetan (tapi tidak boleh main setan-setanan). Bapak memanggil rakit-rakit secara acak untuk unjuk gigi (hanya kiasan, bukan menunjukkan gigi). Tiba juga giliran rakit saya untuk maju. Tapi karena faktor dadakan dan ketidaksiapan yang kami miliki maka semuanya jadi garing dan tak menarik.

Tak berapa lama, tiba-tiba saja cuaca merusak suasana. Hujan turun dengan derasnya tanpa perduli kondisi kami yang bernaung terpal saja. Dengan terbirit-birit semua peserta kemah bubar dan masuk ke tenda masing-masing. Saya yang tampak cukup apes saat itu mendapat bagian tempat tidur di ujung tenda. Alhasil karena tak bertutup maka sayapun terkena cipratan air hujan dan kebasahan. Tapi ini tak menyurutkan niat saya untuk bersenang-senang. Untungnya ada teman-teman yang mengajak bermain kartu ataupun sekedar menggelak tawa.

Sampai larut malam hujan tak kunjung reda dan tenda kamipun semakin basah saja. Sayapun tak bisa tidur. Sampai sekitar pukul 3 pagi saya masih tak mampu tidur. Di saat teman-teman saya sudah tertidur tinggal sayalah yang terjaga karena tempat tidur saya basah dan sudah tak ada tempat lagi untuk saya pindah. Menjelang pagi barulah saya bisa tertidur. Itupun hanya untuk beberapa puluh menit saja.

Saat terbangun ternyata hari sudah siang dan waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat. Suasana di tenda berisik sekali. Saya sebenarnya ingin melanjutkan tidur akan tetapi suara-suara di sekitar menguatkan saya untuk tak dapat kembali tidur.

Bangun tidur kami mencuci muka dan menggosok gigi alakadarnya. Gerimis sejak semalam masih juga belum berhenti. Saya mengambil pop mie dan meminta tolong pada Veni untuk mengisi air panas ke dalamnya. Dan selanjutnya menyantap pop mie tersebut.

Sekitar pukul delapan lewat kami keluar tenda dan bermain-main di luar sambil berfoto-foto. Gerimis yang turun tak kami hiraukan. Inilah sebagian momen yang sempat terjepret oleh kamera kala itu.





Sekitar pukul sebelas kami mandi dan bermain air di air terjun. Airnya sangat dingin. Jadi saya memutuskan untuk tidak ikut berenangan karena takut kram. Hehe….

Selesai mandi kami berganti pakaian dan makan. Setelah makan siang kami membereskan perlengkapan untuk bersiap-siap pulang. Menjelang pukul tiga sore barulah kami keluar dari hutan. Tapi ternyata mobil yang harusnya mengantarkan kami pulang justru belum tiba. Jadi sambil menunggu kami menyempatkan diri berfoto-foto dan bermain kartu.

Setelah jemputan tiba kami pun dengan sisa – sisa tenaga yang ada kami pulang menuju sekolah dan selanjutnya menuju rumah masing-masing.

Capek memang, tetapi ini adalah suatu pengalaman yang paling menyenangkan untuk saya. Ada banyak kenangan yang takkan pernah bisa dibuat lagi nantinya. Terkadang tak ada salahnya belajar dekat dengan alam supaya kita bisa lebih menghargai dan cinta lingkungan. Jadi sehat kan..


Template by : kendhin x-template.blogspot.com